Awal tahun 2021, kita dikejutkan dengan satu model bisnis yang unik: jualan kopi dengan konsep gerobak keliling bernama Jago Coffee.
Tak sembarangan orang. Founder-nya adalah Yoshua Tanu, salah satu pendiri jaringan kedai kopi premium Common Grounds, yang kemudian mengajak Christopher Oentojo, rekannya yang merupakan Vice President of Product di Gojek.
Perpaduan model bisnis yang unik, konsep pelaksanaan memadukan teknologi dan mindset ala startup, menjadikan bisnis ini layak menjadi perhatian tersendiri.
Startup ini memungkinkan user untuk memesan kopi siap minum melalui aplikasi Jago Coffee. Ketika penjaja keliling yang mengambil pesanan tersebut tiba di tujuan, gerobak keliling yang ia tunggangi akan berubah menjadi sebuah kafe kecil yang berdesain menarik.
Sebuah model bisnis cerdas yang …. yah, sekaligus unik.
Tak perlu khawatir. Jika user memesan kopi hangat, akan segera dibuatkan kopi hangat di tempat. Kalau perlu kopi dingin? Tenang juga. Karena gerobak tersebut juga dilengkapi lemari pendingin portabel untuk menyimpan minuman dingin.
Amazing, kan?
Dan ketika tak ada pemesan lewat aplikasi, penjaja keliling tersebut tetap bisa melayani pelanggan yang datang dengan sendirinya.
Konsep ternak cuan yang kecil tapi sering dan banyak inilah yang membuatnya menghadirkan faktor kali dengan hasil akhir revenue yang tak kecil.
Baru-baru ini, Jago Coffee mendapatkan suntikan dana Rp3,5 miliar pada putaran pendanaan pre-seed dari Beenext, perusahaan investasi Prasetia Dwidharma, dan pengusaha kopi Hidenori Izaki.
Dana sebesar itu rencananya akan digunakan para pendiri bisnis ini untuk meningkatkan jumlah gerobak kelilingnya dari 20 menjadi 280 pada tahun 2022.
Konsep model bisnis ini tentu saja menarik. Apalagi dengan rencana growth-nya ala-ala startup. Karena kalau kita pikir-pikir, mendirikan kafe kopi yang stabil, membutuhkan banyak biaya besar. Membangun lokasi, biaya perawatan, renovasi, biaya sewa, dan yang tersulit tentu saja adalah duplikasinya di tempat-tempat lain. Butuh ratusan juta hanya untuk satu tempat saja.
Dengan konsep portabel seperti ini, mudah membuka gerai baru karena berbiaya rendah, yakni sekitar Rp35 juta untuk satu gerobaknya, dan bebas membuka gerainya di mana saja.
Dengan dukungan aplikasi, akan mudah juga mendapatkan user di manapun berada.
Selain itu, kalau dari sisi branding, konsep portabel begini, akan lebih mudah dan cepat dalam pengenalan brand-nya. Karena, ya …. karena konsep berkelilingnya tersebut. Orang-orang jadi mudah penasaran sekaligus mudah mengenail brand ini, walaupun baru.
Karena benar-benar masih baru, saya yakin Jago Coffee masih dalam tahap product-market fit. Tetapi, seiring berjalannya waktu, akan lebih mudah berkembangnya, mengingat konsep bisnisnya yang unik tetapi solutif.
Terpenting, para founder Jago Coffe harus paham, bahwa pelanggannya ada dua: mitranya yakni penjaja, dan end user, yaitu pelanggan atau penikmat kopinya.
Merawat kedua entitas tersebut dengan baik, saya rasa akan membuat bisnis ini berkembang pesat ke depannya. Bayangkan saja di berbagai kota akan bertebaran Jago Coffee. Imajinasi mudahnya, kayak Gojek tetapi versi kafe kopi keliling. Apalagi, kualitas produknya adalah sekelas Common Grounds, yang memang menjadi fondasi bisnis dari founder-nya.
Kurang apalagi coba? Kita tunggu saja, ya.
***
Konten ini ditulis oleh Fachmy Casofa, Founder of Enxyclo Creative Network Company. Topik-topik dalam Founder’s Note ditulis untuk mengeluarkan uneg-uneg sekaligus perspektif yang saya dapatkan dalam dunia bisnis untuk segera saya tuangkan lewat tulisan.